“Lawang Sanga” Gerbang Keraton yang Terlupakan (Oleh : Vianisa Atifah)

Sebuah bangunan yang terletak di tepi kali Kriyan tepatnya di RT 09 RW 02 Mandalangan Kelurahan Kasepuhan Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon masih berdiri megah diantara pemukiman warga. Bangunan tersebut bernama Lawang Sanga. Kata Lawang Sanga berasal dari bahasa Jawa yakni Lawang yang artinya pintu dan Sanga yang artinya sembilan. Menurut filosofi, Lawang Sanga ini melambangkan sembilan lubang yang ada di dalam tubuh manusia. Menurut Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Pengampu MK Kajian Cirebon, Syaeful Badar, MA menjelaskan, bahwa manusia harus menjaga dan memfungsikan kesembilan lubang tersebut sesuai ketentuan dan kepatutannya. Ada sejarah di balik makna Lawang Sanga.

Menurut buku “Wali Sanga ‘Menguak Tabir Kisah hingga Fakta Sejarah’ menjelaskan bahwa pada tahun 1438 M Sunan Gunung Jati memperluas dan melengkapi Keraton Dalem Agung Pakungwati dengan membangun gedung-gedung pelengkap dan tembok keliling setinggi 2,5 m dan tebalnya 80 cm ada area tanah seluas kurang lebih 20 ha. Selain itu, dibangun juga tembok keliling ibukota dengan tinggi 2 m yang meliputi areal seluas kurang lebih 50 ha dengan beberapa pintu gerbang, salah satunya disebut Lawang Gada. Selain itu, Sunan Gunung Jati juga membangun jalan besar dari alun-alun Keraton Pakungwati ke Pelabuhan Muarajati. Tujuannya, agar para pedagang asing atau utusan-utusan dari kerajaan lain yang masuk ke pelabuhan Muarajati dapat dengan mudah menemui Susuhunan apabila mereka hendak menghadap atau membicarakan sesuatu, selain untuk keamanan dan arus barang dari pelabuhan. Sedangkan, di sebelah tenggara Keraton, tepatnya di tepi sungai Kriyan, dibangun pangkalan perahu kerajaan lengkap dengan gapura yang disebut Lawang Sanga, bengkel pembuatan perahu besar, istal kuda Kerajaan, dan pos-pos penjagaan.

BACA YUK:  Sultan Kacirebonan dan Presiden IKBC Hadiri Peringatan Hari Nasional Kuwait ke-63

Bangunan Lawang Sanga mempunyai gaya arsitektur yang unik karena perpaduan dari berbagai unsur budaya, yaitu Hindu, Eropa dan Cina. Konstruksi atap bangunan yang terbuat dari kayu dan penutup atap dari genteng berbentuk atap tajug berdiri di atas gunungan (sopi-sopi) dengan bentuk lengkung lancip diatasnya (berbentuk kujang), dan bagian serambi depan dan belakang ditopang oleh dua buah sekur yang mempunyai gaya yang hampir sama dengan sekur-sekur pada bangunan Cina. Konstruksi tajug yang berbentuk piramid membuat gaya beban dari kostruksi atap tidak ditopang oleh dinding dan gunungan, akan tetapi disalurkan melalui sekur dan tiang kolom. Sedangkan di bagian dinding terdapat pintu yang cukup besar terbuat dari kayu. Bagian keliling bangunan berupa tembok batu bata dengan perlubangan dinding berbentuk lengkung setengah lingkaran. Bagian inilah yang disebut sebagai lawang atau pintu. Jumlah pintu tersebut adalah 9 dengan pembagian sebagai berikut : 1 pintu gerbang utama yang mempunyai daun pintu, 2 pintu merupakan gerbang paduraksa di kiri kanan bangunan, 1 buah gerbang padu raksa di samping kanan bangunan, 2 di sebelah kanan kiri belakang, dan 3 buah pintu dengan konstruksi lengkung busur di belakang bangunan.

BACA YUK:  Mudahkan Peserta JKN, BPJS Kesehatan Tetap Berikan Layanan Kesehatan Selama Libur Lebaran

Sekarang, Lawang Sanga hanya sebuah situs bersejarah karena di sekitarnya terdapat pemukiman penduduk sehingga terkesan semakin terjepit. Namun, terdapat juga tradisi tahunan setiap malam 10 Suro/10 Muharram pintu Lawang Sanga dibuka untuk mengadakan acara tahlilan dan mendoakan para arwah leluhur yang dahulu menjadi Raja di Cirebon. Menurut juru kunci Lawang Sanga Supeno Candra Maulana, fungsi Lawang Sanga sekarang berubah menjadi sebuah situs yang memang setiap malam Jum’at Kliwon selalu banyak dikunjungi orang untuk berdo’a, tahlil, bermunajat kepada Allah SWT. Kemudian, para warga sekitar membuat Nasi Uduk untuk dibagikan kepada masyarakat yang datang. Banyak juga tamu-tamu dari dalam dan luar daerah yang datang melakukan ziarah sekaligus melakukan do’a bersama.

BACA YUK:  Dukung Produk Kopi Lokal, KAI Kembali Gelar Ngopi Bareng KAI 2024

Kondisi terkini Lawang Sanga sangat terawat, bersih dan rapih karena warganya menyadari akan pentingnya perawatan situs bersejarah. Mungkin, pemerintah juga bisa turun tangan untuk menjadikan Lawang Sanga sebagai objek wisata yang ada di Kota Cirebon disamping Keraton Kasepuhan. Sehingga para wisatawan dari dalam dan luar kota dapat mengetahui bahwa Lawang Sanga-lah gerbang akses kebudayaan dan perekonomian Cirebon pada masa lampau. (dari berbagai sumber)

Vianisa Atifah
Mahasiswi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Bagikan:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *