Kiai Ayip Abbas dan Kecintaannya pada Shalawat

Cirebon,- Warna-warni seragam mengiringi ‘kepulangan’ KH Ayip Abdullah Abbas. Hal itu menandai ia diterima oleh banyak kalangan. Jamaah yang menshalatkan jenazah almarhum pun tumpah sampai keluar masjid meski sudah begitu rapat berjajar.

KH Jailani Imam dalam sambutannya saat memberikan kesaksian menyampaikan bahwa sosok Kiai Ayip merupakan orang yang ahli shalawat. Kemana-mana, ia mengajak jamaahnya yang tersebar di seantero Indonesia untuk bershalawat.

“Beliau senangnya membaca shalawatan. Jamaahnya tersebar di seluruh Indonesia. Bahkan terakhir ketika umroh, di Makkah, di Madinah, beliau memimpin jamaahnya membaca Shalawat Nariyah,” ujarnya.

Kecintaannya pada shalawat ini juga yang almarhum pesankan kepada rekan-rekannya dan jamaahnya. Sastro Adi, Pengurus Pusat Pencak Silat Pagar Nusa, misalnya, menyampaikan satu pesan almarhum, yakni harus senantiasa bershalawat. “Pesan beliau itu satu, jangan pernah tinggal shalawat, teruslah bershalawat,” katanya.

BACA YUK:  Antisipasi Lonjakan Trafik di Momen RAFI 2024, Telkomsel Optimalkan Kesiapan Jaringan

Sastro menjelaskan bahwa menurut Kiai Ayip, tanpa Kanjeng Nabi Muhammad SAW, kita bukanlah siapa-siapa dan bukan apa-apa.

Senada dengan Sastro, Wakil Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Abdullah Wong juga mengatakan pesan yang ditangkapnya adalah istiqomah bershalawat.

“Dia bukan orang sok menasihati menggurui. Dia memberikan pesan beristiqomah bershalawat,” ujar Penulis Novel Mata Penakluk Manaqib KH Abdurrahman Wahid, itu.

Baginya, sosok Kiai Ayip sangat sederhana.

Ia tak ingin menampakkan kekiaiannya dengan tampil berorasi di atas panggung, tetapi justru melebur dengan masyarakat.

BACA YUK:  Ketua Yayasan Siti Chodidjah Apresiasi Seminar Parenting "Anak Melawan, Orang Tua Menahan"

“Bagaimana beliau dekat dengan anak yatim. Ditambah lagi geng motor. Itu menunjukkan keberagamaan itu sikap, bukan semata menyitir ayat-ayat,” pungkasnya.

Kiai Ayip pernah menempuh studi di Lucknow, Uttar Pradesh, India di bawah bimbingan Syekh Abul Hasan Ali Hasani An-Nadwi, seorang ulama tersohor dari Negeri Bollywood pada abad 20.

Khidmatnya pada Nahdlatul Ulama ditunjukkan dengan keaktifannya sebagai Dewan Khos Pimpinan Pusat Pencak Silat Pagar Nusa dan pengurus Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) PBNU. Jauh sebelum itu, ia juga turut mendampingi ayahnya, KH Abdullah Abbas, sosok kiai sepuh yang sangat dihormati oleh Gus Dur.

BACA YUK:  Nasi Jamblang IB Hadir di Cipto Park dengan Suasana Nyaman dan Parkir Luas

Kiai Ayip wafat dalam usia 53 tahun, dengan meninggalkan satu orang isteri, Nyai Aliyah dan tiga orang putri, yaitu Fatimah azzahra (18), Fakhita fadla (15)  dan Sayyidah Nafisah (1.5).

Kiai Ayip dimakamkan di Makbaroh Gajang Ngambung Pondok Buntet Pesantren, dengan diantar oleh ribuan santri dan masyarakat dari berbagai daerah. (AC212)

Bagikan:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *