Melihat Tradisi Membersihkan Mushaf Al-Quran Peninggalan Pendiri Desa Sitiwinangun Cirebon
Cirebon,- Hari ke-29 Ramadan adalah hari indentik tradisi membersihkan Mushaf Al-Quran kuno di Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon.
Tradisi membersihkan Mushaf Al-Quran Kuno yang berumur ratusan tahun yang lalu berlangsung di Masjid Keramat Kebagusan, Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, Minggu (2/6/2019).
1. Al–Quran Peninggalan Pendiri Desa Sitiwinangun
Ratija Brata Menggala, selaku Kuwu Desa Sitiwinangun, Kecamatan Jamblang mengatakan bahwa Mushaf Al-Quran tersebut merupakan salah satu dari pusaka yang ditinggalkan oleh pendiri Desa Sitiwinangun yang bernama Syekh Dinurja.
Selain meninggal Al-Quran yang sangat berharga, beliau (Syekh Dinurja) juga meninggalkan benda pusaka lain seperti masjid, gerabah, dan juga senjata-senjata salah satunya Kujang.
“Tradisi membersihkan Al-Quran ini sudah berjalan ratusan tahun dan ini sebagai satu simbolik bahwa kita harus menjunjung tinggi Al-Quran sebagai pedoman hidup dan kita senantiasa membersihkan jiwa kita dengan berpegang teguh ajaran Al-Quran,” ujar Ratija yang juga keturunan ke-13 dari Syekh Dinurja.
Lanjut Ratija, Mushaf Al-Quran Kuno kita pelihara sampai sekarang, Alhamdulilah berkat karomah dari Syekh Dinurja walaupun usianya sudah 400 tahun lebih, Al-Quran ini bisa terpelihara dan terawat dengan baik.
2. Setahun Dua Kali Dibersihkan
Menurut Ratija, pembersihan Mushaf Al-Quran peninggalan Syekh Dinurja, selama satu tahun dibersihkan sebanyak dua kali. Pada saat dibersihkan, masyarakat bisa melihat secara langsung Al-Quran peninggalan Syekh Dinurja.
“Masyarakat bisa melihat yang pertama pada 12 Maulid Nabi dan kedua pada malam ke-29 Ramadan,” terangnya.
Mengambil malam ke-29 Ramadan, kata Ratija, karena biasanya tanggal-tanggal ganjil ini masuk dalam malam Lailatul Qodar.
“Jadi kita mengambil momentum itu untuk ritual membersihkan Al-Quran,” bebernya.
3. Bahan yang Digunakan
Menurut Ratija, Mushaf Al-Quran yang yang ditulis tangan langsung oleh Syekh Dinurja tersebut bahan yang digunakan menggunakan kertas dari Timur Tengah.
“Bahkan, untuk box yang digunakan untuk melapisi Al-Quran terbuat dari kulit unta,” jelasnya.
Sedangkan dalam satu kotak untuk penyimpanan Mushaf Al-Quran peninggal Syekh Dinurja disatukan dengan benda pusaka lainnya yakni pendil dan benda pusaka kujang.
4. Berbagai Ritual
Dalam ritual membersihkan Mushaf Al-Quran peninggal Syekh Dinurja, Ratija memaparkan selain membersihkan Al-Quran ada juga ritual lampu jelepak. Lampu jelepak ini bahan bakar yang dipakai menggunakan minyak kelapa.
“Ritual ini sebagai satu simbolik bahwa, kalau kita berpegang teguh kepada Al-Quran maka kita akan mendapatkan cahaya,” ungkapnya.
Selain itu, pada ritual membersihkan Al-Quran terdapat juga air untuk mendapatkan barokah dari ritual tersebut. Ada juga nasi putih yang berbentuk seperti tumpeng.
5. Penyebaran Islam Melalui Pendekatan Ekonomi
Sementara itu, lanjut Ratija, yang berhak membersihkan mushaf Al-Quran peninggal Syekh Dinurja terutama meluarga kuncen, pejabat di Desa Sitiwinangun, kemudian anak cucu dari keturunan Syekh Dinurja.
Syekh Dinurja ini, kata Ratija, salah seorang pendiri Desa Sitiwinangan dan juga tokoh penyebar agama Islam di kawasan Kesultanan Cirebon bagian barat. Setelah pulang dari ibadah haji, beliau juga mendapatkan gelar nama Ki Mas Ratna Gumilang.
“Saat penyebaran agam islam pada abad ke-15, beliau merangkul atau menyebarkan agama Islam dengan cara mendirikan masjid dan juga mengajarkan keterampilan berupa kerajinan gerabah,” katanya.
“Jadi, melalui pendekatan ekonomi itu akan lebih efektif untuk menyebarkan agama Islam,” tutupnya. (AC212)