Masyarakat Kota Cirebon Turun ke Jalan, Tolak Kenaikan PBB

Cirebon,- Ratusan masyarakat Kota Cirebon kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota, Jalan Siliwangi, Kota Cirebon, Kamis (6/6/2024).

Dalam aksi damai itu, masyarakat keberatan atas kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang sangat tinggi.

Warga menuntut Pemerintah Kota Cirebon untuk membatalkan SK (Surat Keputusan) Pj Wali Kota Cirebon terkait kenaikan PBB. Menurut warga, kenaikan PBB di Kota Cirebon tahun 2024 terkesan ugal-ugalan.

“Kami ini adalah murni perjuangan masyarakat Kota Cirebon terkait penolakan SK Pj Walikota tentang PBB 2024 yang kami anggap mereka ugal-ugalan. Karena kenaikannya bukan dianggap kenaikan, itu mengganti nilai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) bukan menaikan,” ujar Hetta Mahendrati Latumeten, salah satu perwakilan aksi.

BACA YUK:  Pj Wali Kota Cirebon Apresiasi Kepolisian dan Stakeholder Terkait Amankan Mudik Lebaran 2024

Sehingga, menurut Hetta, pihaknya tetap menuntut sesuai dengan petisi yang sudah dilakukan beberapa waktu lalu, yaitu dengan membatalkan SK Pj Walikota. Dan juga menolak SK Pj Walikota terkait dengan PBB 2024.

“Kami tidak menganjurkan untuk menolak pembayaran PBB kepada masyarakat, tetapi kami hanya mengikuti petisi dimana kami meminta kepada masyarakat untuk menunda pembayaran PBB hingga SK baru terbit,” katanya.

Aksi ini dilakukan kembali, menurut Hetta, karena Pemerintah Kota Cirebon abai terkait tuntutan masyarakat pada tanggal 7 Mei 2024 saat hearing dengan DPRD. Bahkan Pemerintah semakin gencarnya iklan pembayaran PBB dengan mendapatkan diskon.

BACA YUK:  DPRD Kota Cirebon Sampaikan Rekomendasi atas LKPj Walikota Tahun 2023

“Kami tidak mendapatkan kepastian kapan akan dipenuhi tuntutan dari masyarakat yang telah tertuang dalam petisi Kota Cirebon Bersama dengan Pemerintah Kota Cirebon. Dan kami anggap tidak ada sedikitpun rasa ingin mengabulkan tuntutan kami,” tegasnya.

Dengan adanya diskon PBB, menurut Hetta, masyarakat dianggap setuju dan itu pihaknya menganggap pembodohan kepada masyrakat. Karena, belum tentu tahun depan akan mendapatkan diskon kembali.

“Jadi kami tegaskan lagi untuk membatalkan SK Pj Wali Kota Cirebon,” tandasnya. (HSY)

Bagikan:

Mungkin Anda juga menyukai

1 Respon

  1. Ahsana Amila berkata:

    Kebijakan menaikkan pajak akan membebani rakyat, tetapi menutupi defisit anggaran negara. Menurunkan tarif pajak akan mengurang beban rakyat, tetapi negara mengalami defisit keuangan. Oleh karena itu, langkah logis yang diambil oleh negara pengemban kapitalisme adalah dengan berutang. Negara juga melakukan pengurangan dan penghapusan subsidi, pengurangan anggaran untuk rakyat, serta privatisasi BUMN dalam rangka liberalisasi ekonomi.
    Negara yang memiliki utang hingga ribuan triliun seperti Indonesia sulit untuk tidak berutang. Negeri ini kaya dengan sumber daya alam, tetapi tersia-siakan lantaran tidak dimanfaatkan dengan benar dan malah dikapitalisasi sesuai kepentingan pemilik modal. Saat negara kehilangan pendapatan, pajak pun diberlakukan meski harus menambah beban rakyat.
    Pajak dalam sistem Islam dikenal dengan istilah dharibah. Ia adalah jalan terakhir yang diambil apabila kas negara benar-benar kosong dan sudah tidak mampu memenuhi kewajibannya. Dalam kondisi ini, pajak diberlakukan atas kaum muslim saja. Pengenaan pajak dilakukan dari sisa nafkah (setelah dikurangi kebutuhan hidup), dan harta orang-orang kaya, yaitu dari sisa pemenuhan kebutuhan primer dan sekundernya yang makruf.
    Pajak tidak boleh dipungut melebihi kebutuhan sebagaimana mestinya. Apabila kebutuhan kas negara sudah terpenuhi dan sudah mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya dari sumber-sumber penerimaan rutin, pungutan pajak harus dihentikan. Artinya, pajak dalam Islam hanya diterapkan secara temporal, bukan menjadi agenda rutin sebagaimana yang kita rasakan hari ini. Dalam sistem ekonomi Islam, masih ada dua sumber penerimaan negara, yaitu bagian kepemilikan umum dan sedekah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *