Walking Tour Cirebon History Telusuri Jejak Sejarah Ki Buyut Trusmi dan Batik Mega Mendung

Cirebon – Walking Tour Komunitas Cirebon History kembali digelar, Ahad (16/07/2023). Kali ini bertajuk “Ki Buyut Trusmi” para peserta diajak menelusuri jejak sejarah dan tradisi di daerah Trusmi serta menelusuri sejarah perkembangan Batik Cirebon.

Rute pada kegiatan kali ini dimulai dari Alun-Alun Buyut Trusmi lalu menuju Oemah Gedhe dan terakhir berkunjung ke rumah dari salah seorang maestro Batik Cirebon bernama Pak Eji Mega Mendung.

Menurut Founder Cirebon History, Lingga Pamungkas menyebut jika nama Trusmi sudah tidak asing bagi orang Cirebon maupun masyarakat di luar Cirebon. Dikarenakan Trusmi merupakan salah satu sentra batik terbesar di Cirebon.

“Kawasan Batik Trusmi dipastikan menjadi wisata wajib bagi para wisatawan yang berkunjung ke kota Cirebon. Selain sebagai tempat pengrajin dan kawasan batik, Trusmi sendiri memiliki sejarah besar bagi penyebaran Islam di Cirebon,” ujar Lingga.

Ditambahkannya, Pangeran Walangsungsang atau yang biasa dikenal Pangeran Cakrabuana merupakan salah satu tokoh yang menyebarkan Islam di daerah Trusmi. Awalnya Pangeran Cakrabuana singgah di sebuah daerah Alas Weru yang sekarang bernama Trusmi.

Pangeran Cakrabuana meninggalkan jubah kebesarannya dan datang menyamar sebagai Kyai yang akan menyebarkan ajaran agama Islam di daerah tersebut. Selain menyebarkan agama, Pangeran Cakrabuana juga mengajarkan cara bercocok tanam.

BACA YUK:  Solusi Jaga Kesegaran Makanan Lebih Lama, MODENA Luncurkan Kulkas RF 2650 TGDS di Jawa Barat

“Karena keberhasilannya itu, Pangeran Walangsungsang sendiri lebih sering dikenal sebagai Ki Buyut Trusmi bagi kebanyakan masyarakat sekitar Trusmi,” tambahnya.

Pangeran Cakrabuana sendiri memiliki seorang putra yang bernama Pangeran Carbon Girang. Lalu, Pangeran Carbon Girang memiliki seorang anak lagi yang bernama Pangeran Manggarajati atau yang biasa dikenal sebagai Bung Cikal.

Sayangnya, Pangeran Carbon Girang wafat saat Bung Cikal masih dalam usia kanak-kanak. Jadi, setelah ayahnya wafat Bung Cikal diasuh oleh Sunan Gunung Jati dan Pangeran Cakrabuana.

Bung Cikal merupakan seorang anak yang bandel. Bung Cikal sering kali merusak tanaman hasil bercocok tanam dari Pangeran Cakrabuana. Namun uniknya walaupun tanaman itu sudah dirusak, tanaman tersebut pasti akan tumbuh kembali.

“Hal inilah yang menjadi asal usul nama Trusmi yang diambil dari kata Terus Bersemi atau Terus Nyemi,” kata Lingga.

Di dalam kawasan Mbah Buyut Trusmi ini terdapat banyak bangunan lama yang berusia ratusan tahun. Salah satunya terdapat Balong Pekulahan yang zaman dahulu digunakan sebagai tempat berwudhu.

BACA YUK:  Kapolres Cirebon Kota Gelar Jum'at Curhat Bersama Warga Suranenggala

“Selain Balong terdapat juga masjid, pendopo, dan tempat tirakat. Hal yang unik disini (Trusmi) terdapat juga batu berjumlah 17 yang menandakan jumlah rakaat pada Sholat wajib,” katanya.

Perjalanan berlanjut menuju Oemah Gedhe yang merupakan tinggal Kyai Kabuyutan Trusmi. Sepanjang perjalanan disambut dengan rumah rumah masyarakat daerah Trusmi yang masih menggunakan atap Welit.

Welit sendiri merupakan atap yang terbuat dari alang-alang atau dedaunan kering. Di Trusmi sendiri terdapat sebuah tradisi bernama Ganti Welit atau Memayu.

“Tradisi ini biasanya dilakukan setiap tahun dengan cara mengganti atap Welit yang sudah rusak secara bersama-sama. Tradisi ini menjadi ajang silaturahmi antar warga, mengajarkan sikap gotong royong, dan juga membimbing manusia berlaku baik,” ujarnya.

Sesampainya di Oemah Gedhe disuguhkan dengan sebuah rumah yang sangat unik. Ciri khas dari rumah ini memiliki Bale Panjang, yaitu 6 tiang penyangga yang terbuat dari kayu jati. Atapnya menggunakan Welit. Lalu terdapat beberapa piringan-piringan yang kemungkinan berasal dari China di sekitar temboknya. Oemah Gedhe ini dibangun dengan sistem pasak.

Setelah selesai mengunjungi Oemah Gedhe, berlanjut kembali mengunjungi dan bersilaturahmi dengan salah satu maestro batik Cirebon yang bernama Mama Eji.

BACA YUK:  Pasca Banjir, Polresta Cirebon Terjunkan Personil Bantu Warga Bersihkan Lumpur

Pada saat perjalanan, banyak sekali rumah rumah sekitar yang masih mempertahankan keaslian dan keragaman budaya. Terdapat rumah-rumah yang masih menggunakan konsep Eropa dan konsep China.

Ini menjadi bukti bahwa keragaman budaya bukan berarti menjadi sarana pemecah belah bangsa, tetapi seharusnya menjadi ciri khas suatu bangsa yang hidup rukun dengan keragamannya.

Sesampainya di rumah Mama Eji, banyak sekali karya karya batiknya yang memanjakan mata.

Batik mega mendung buatan Mama Eji di Trusmi.// San

“Kiprah beliau sebagai salah seorang pengrajin batik sudah tidak bisa diragukan lagi. Banyak sekali karya beliau yang digunakan oleh orang-orang besar di Indonesia. Contohnya seperti Pak Sandiaga Uno, Pak Erick Thohir, Pak Susilo Bambang Yudhono, bahkan Pak Joko Widodo yang telah menggunakan hasil batik karya Pak Eji ini,” imbuh Lingga.

Mama Eji juga pernah menjadi salah satu garda terdepan saat Batik Mega Mendung khas Cirebon diklaim oleh Malaysia. Dengan kelihaian tangannya sebagai pengrajin batik, Mama Eji berhasil memenangkan gugatan atas klaim dari Malaysia.

(san)

Bagikan:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *