Tradisi Panjang Jimat di Keraton Kanoman Tetap Dilaksanakan, Namun Terbatas

Cirebon,- Dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, Keraton Kanoman Cirebon menggelar tradisi panjang jimat dengan menerapkan protokol kesehatan.

Malam puncak tradisi Maulid Nabi Saw di Keraton Kanoman, biasanya disebut dengan malam Pelal Ageng, atau biasa disebut Panjang Jimat.

Ada yang berbeda pada kegiatan tradisi panjang jimat tahun ini. Walaupun tradisi tetap dilaksanakan, namun pihak keraton tidak mengundang tamu dan menghimbau masyarakat untuk tidak hadir.

Akan tetapi, pantauan About Cirebon di lokasi masyarakat tetap antusias mengikuti prosesi tradisi panjang jimat yang ada di Keraton Kanoman Cirebon.

Juru Bicara Keraton Kanoman Cirebon, Ratu Raja Arimbi Nurtina mengatakan tradisi panjang jimat tahun ini memang sangat berbeda sekali, karena memang dengan adanya Pandemi Covid-19 ini kami merasa harus menjaga kesehatan bersama.

BACA YUK:  Jadwal Bioskop Cirebon 17 Februari 2024, Film Horor Terbaru Pemandi Jenazah

“Muludan tahun ini memang kami membatasi masyarakat, abdi dalem, dan juga tamu undangan untuk tidak menghadiri acara Maulid Nabi,” ujar Ratu Arimbi kepada About Cirebon, Kamis (29/10/2020) malam.

“Tetapi bisa berdoa bersama di rumah masing-masing,” tambahnya.

Walaupun kami membatasi masyarakat, kata Ratu Arimbi, prosesi tradisi tetap dilaksanakan dengan jumlah orang yang sangat terbatas.

Ratu Arimbi menjelaskan Panjang Jimat adalah acara inti yang bermaksud memperingati kelahiran Gusti Rasulullah SAW pada malam 12 Rabiul Awal tahun Gajah (571 M) di Kota Mekah.

“Istilah Pelal Ageng artinya malam keutamaan yang besar yakni malam dimana Gusti Rosul lahir ke dunia. Sementara istilah Panjang Jimat berasal dari kata Panjang, yakni sebuah piring pusaka berbentuk bulat dan besar pemberian seorang Pertapa suci bernama Sanghyang Bango dari Gunung Surandil kepada Pangeran Cakrabuwana,” ujarnya.

BACA YUK:  Peringati Hari Jadi Kabupaten Cirebon, Bupati Imron Ajak Warga Bersama-sama Membangun Cirebon

Sedangkan, istilah Jimat, menurut Ratu Arimbi, yakni sebuah benda apapun yang mempunyai nilai sejarah dan nilai pusaka yang harus dijaga.

Istilah Jimat sendiri hakikatnya adalah nasi yang sudah dimasak dengan cara dikupas satu-persatu setiap biji berasnya sebari melantunkan solawat kepada Nabi Saw oleh rombongan Bapak Sindangkasih.

Lalu kemudian, beras tersebut disucikan atau dipesusi di Sumur Bandung dengan diiringi lantunan solawat oleh rombongan Perawan Sunti yakni rombongan Perawan yang suci (menjaga wudlu) dari hadas kecil dan hadas besar.

BACA YUK:  Bupati Cirebon : Metode Kontrasepsi Jangka Panjang untuk Pengendalian Penduduk

Nasi yang proses memasaknya diiringi solawat inilah yang disebut nasi jimat. Jimat yang dimaksud adalah bacaan solawat yang dipanjatkan kepada Baginda Gusti Kanjeng Rosulullah SAW.

“Karena solawat inilah yang menjadi sebab syafa’at umat manusia ketika tiba hari pembalasan nanti dan Nur Muhammad lah yang menjadi sebab terciptanya manusia dan alam semesta,” paparnya.

Dengan kata lain, panjang Jimat adalah iring-iringan nasi jimat yang diletakan di atas piring panjang yang di dalamnya mengandung banyak keutaman (fadhilah).

“Sehingga malam itu disebut pelal ageng, yakni malam yang bersejarah dalam sejarah manusia dan alam semesta serta mengandung banyak keutamaan,” tutup Ratu Arimbi. (AC212)

Bagikan:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *