Tradisi Menulis Rama Guru Tarekat

Penulis : Syaeful Badar, MA (Marbot Masjid Raya At Taqwa dan Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon)

Berawal dari Pengguron Pasambangan Jati Alas Konda Amparan Jati, yang berlokasi di Gunung Jati masuk wilayah Kerajaan Caruban Nagari.  Pengguron secara etimologi berakar dari kata guru, yang artinya orang yang patut di muliakan, dan pembimbing atau spiritual. Pengguron bisa juga berasal dari paguron artinya sekolahan atau perguruan. Pengguron merupakan salah satu institusi pendidikan Islam tertua di nusantara yang sudah ada sejak tahun 1418 M karena di pengguron terjadi sistem interaksi antara santri dengan rama guru. Dalam proses pembelajaran serta adanya sarana dan prasarana seperti tajug (tempat sholat dan belajar), witana (tempat tinggal santri), rama guru (dosen atau pembimbing), santri (siswa atau murid) dan adanya ikatan batin melalui bai’at. Dengan kurikulum pembelajaran tentang Tarekat Syatariyah. Tradisi menulis di kalangan Rama Guru (sebutan buat ustadz dan ulama dalam tradisi Tarekat) sejak adanya Pengguron Pasambangan Jati abad ke 14 di Negara Gede Caruban Nagari yang di pelopori oleh Syekh Quro dan Syekh Nurjati. Tradisi menulis menjadi salah satu kewajiban rama guru untuk dilakukan sebagai bagian dari tupoksi sebagai rama guru pengajar di Pengguron Pasambangan Jati abad 14.

Rama Guru Pengguron Pasambangan Jati memiliki tugas, pokok, fungsi dan peran sebagai :

  1. Transmisi : Mengkomunikasikan Tarekat Syatariyah pada anak, cucu dan pengikutnya
  2. Pendidik : Mengajari Tarekat  Syatariyah seperti wirid, dzikir, sholat dan    puasa  sunnah serta do’a.
  3. Penulis : Penulis Naskah dan sebagai kolektor naskah Tarekat Syatariyah Raja Ratu Fatimah dan Tarekat Syatariyah Muhammadiyah.

Fungsi ini terus dijalankan hingga hari ini kita bisa mempelajari bahkan menjadi bagian dari kegiatan tarekat tersebut. Hal ini tentunya dari hasil konsistensi peran rama guru yang mereka lakukan, artinya tradisi menulis menjadi salah satu kegiatan yang terus menerus dilakukan sehingga karya-karya besar selalu di hasilkan. Dampak ilmu dan ajaran akan terus banyak yang mempelajari sebagai ajaran dan pedoman dalam mempelajari tarekat dan menjalankannya.

Putera Sultan Sepuh yang pernah diangkat sebagai perantara para Bupati wilayah Pringan dengan VOC yang bernama Pangeran Arya Cerbon pada tahun 1720 M, menulis buku CPCN atau Carita Purwaka Caruban Nagari, yaitu buku tentang sejarah Cirebon. Bisa di bayangkan jika Pangeran Arya Cerbon tidak menulis buku CPCN, maka tentu kita tidak bisa mengetahui asal usul Cirebon yang pernah menjadi negara besar sebelum Republik Indonesia berdiri. Yaitu Kerjaan Caruban Nagari atau Negara Gede yang dipimpin oleh Sri Mangana Pangern Cakrabuana Putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Galuh Pajajaran, serta Kesultanan Islam Cirebon yang di pimpin oleh Sultan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, putra Pangeran Abdullah dari Negeri Mesir.

Belum lagi pada tahun 1677 M. Pustakawan Pangeran Wangsakerta bersama tim selama hampir 21 tahun menyusun Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara sebagai karya besar yang harus kita banggakan. Sehingga dari 1703 manuskrip atau naskah kuno yang di koleksi oleh Sultan Cirebon sebanyak 1213 adalah karya Pangeran Wangsakerta dan timnya. Ini bukti bahwa tradisi menulis di kalangan rama guru, kyai, serta intelektual keraton seperti Pangeran Wangsakerta dan Pangeran Arya Cerbon, menjadi tradisi yang turun menurun terus dilakukan untuk menjaga agar para generasi berikutnya dapat membaca, mengetahui dan mempelajari proses kehidupan masa lalu sebagai cermin untuk kehidupan masa depan. Belum lagi karya-karya besar dari para wali, seperti karya agung Syekh Siti Jenar, Sunan Kalijaga, kidung tembang dakwah, Sunan Gunung Jati dengan petatah petitihnya serta yang lainnya. Ini membuktikan bahwa para ulama, da’i, kyai dan rama guru, menulis menjadi bagian yang tidak di pisahkan dari peranya sebagai ulama, kyai. da’i dan rama guru.

BACA YUK:  Tim Saber Pungli Jabar Amankan Pelaku Pungli di Area Masjid Al-Jabar Bandung

Imam Al Ghozali dengan karyanya Ihya Ulumudin, serta yang lainnya, membuktikan bahwa kyai, ulama dan ustadz tidak lepas dari budaya menulis bagian dari kegiatan dakwahnya. Belum lagi karya monumental KH. Sholeh Darat yang memiliki nama Muhammad Sholeh bin Umar al Samarani Maha Guru para ulama nusantara tahun 1820-1903, dengan karya buku Syarah AL Hikam menjadi bahan rujukan para kyai dan santri se nusantara. Ini membuktikan seorang kyai, ustazd dan ulama identik dengan karya buku. Beberapa tokoh bangsa seperti KH Oemar Said Tjokroaminoyo, KH. Agus Salim, Ir. Soekarno dan Buya Hamka banyak menulis buku sebagai peninggalannya sehingga sampai hari ini kita bisa membacanya. Juga beberapa intelektual muslim seperti KH. Abdurahman Wahid dan Nurkholis Madjid, serta beberapa tokoh intelektual muslim yang lain banyak karya-karya buku yang mereka tulis sehingga memudahkan kita untuk mencari referensi ketika kita akan menulis buku. Bahkan di era global yang serba internet sangat mudah kita untuk membaca buku-buku karangan para ulama, kyai, ustadz dan intelektual muslim cukup dengan menggunakan android, sekali klik, ratusan judul buku bisa kita pilih sesuai dengan apa yang kita cari. Lantas kenapa di era yang serba mudah mencari referensi, justru tradsisi menulis menjadi berkurang ?

Budaya oral, mungkin ini salah satu kebiasaan yang sering kita lakukan sehingga mengurangi kebiasaan untuk mengawali berbicara dengan menulis apa yang ingin di sampaikan. KH. Zaenudin, MZ dai kondang sejuta umat, mengawali ceramah dengan cara menulis naskah, sehingga dari mulai pemilihan kata atau diksi sangat bagus. Belum lagi tata bahasa, penempatan kalimat demi kalimat tersusun rapi dan fokus tidak meluas dari tema yang disampaikan. Belum lagi gaya bahasa, artikulasi dan intonasi yang tertata sesuai dengan karakter vokalnya. Ini yang kemudian sampai hari ini belum ada yang bisa menggeser posisinya sebagai dai sejuta umat, dengan gaya oratornya mampu membuat sejuta jama’ah makin terkesima.

Tulisan ini sebagai penggugah bagi calon khotib, yang sedang mengikuti diklat khotib di Masjid Raya At Taqwa Kota Cirebon, agar tradisi menulis naskah seperti yang dilakukan oleh para rama guru tarekat syatariyah di pengguron pasambangan jati abad ke 14, dapat menjadi contoh yang baik buat para calon khotib. Apalagi pelaksanaan kegiatan sholat Jum’at di masjid, menjadi kegiatan yang secara terus menerus dilaksanakan dengan potensi adanya jama’ah yang terkordinir, terkonsentrasi bahkan bisa jadi jama’ah tetap yang hampir tiap hari Jum’at sholat di masjid tersebut. Artinya pada pelaksanaannya selalu padat dengan kehadiran jama’ah, bahkan tanpa perlu publikasi. Kaum laki-laki muslim akan datang ke masjid untuk sholat Jum’at, hal ini tentu menjadi potensi sebagai media dakwah yang tetap untuk menyampaikan nasehat-nasehat kebaikan kepada masyarakat, terutama jama’ah sholat jum’at. Hasil telusur di google, Khutbah secara bahasa merupakan ceramah atau pidato, sedangkan secara istilah khutbah merupakan kegiatan ceramah yang di sampaikan kepada sejumlah orang Islam dengan syarat dan rukun, baik berupa peringatan, pembelajaran, atau nasehat. Dalam pelaksanaan sholat jum’at, ada khutbah pertama dan kedua.

BACA YUK:  Forkopimda Kota Cirebon Gelar Tarhim di Masjid Adz-Dzikra Polres Cirebon Kota

Kenapa naskah khutbah Jum’at harus di tulis,? Hal ini dilakukan agar materi atau isi naskah khutbah ter rinci, fokus, tepat waktu dan pesan atau nasehat mudah di dengar untuk membangun konsentrasi jama’ah agar fokus mendengar dan menyimak materi khutbah tersebut. Karena ketika khotib menyampaikan khutbah jama’ahnya satu arah, serempak dan terkonsentrasi, sehingga ini merupakan potensi yang bagus dalam proses penyampaian nasehat-nasehat dan seruan yang baik bagi jama’ah sholat Jum’at. Fungsi komunikasi massa adalah menyampaikan pesan/nasehat, mendidik, menghibur dan mempengaruhi atau advokasi. Khotib saat berkhutbah seperti sedang berkomunikasi massa, karena menyampaikan atau nasehat secara langsung dan serempak di hadapan jama’ah yang jumlahnya cukup banyak.

Berkomunikasi massa dalam menyampaikan pesan atau nasehat haruslah menarik perhatian, menyentuh kehendak hati dan pikiran, mengandung pesan, mengkomunikasikan ke-untungan, menciptakan kepercayaan dan mendorong aksi. Maka agar materi khutbah lebih fokus dan terarah, menulis naskah khutbah hal yang harus dilakukan oleh para khotib sehingga apa yang di sampaikan dalam bentuk nasehat akan lebih terarah, sistematik dan fokus. Seperti yang penulis sampaikan di atas bahwa tradisi menulis merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh para rama guru tarekat syatariyah pada abad ke 14 di Pengguron Pasambangan Jati. Tradisi menulis naskah khutbah, bagi para khotib akan membuat para khotib memiliki database atau arsip materi-materi khutbah menjadi bahan pustaka pribadi bisa dijadikan buku, terbiasa berfikir sistimatis dan terbiasa berdiplomasi dengan santun.

Menulis Naskah Khutbah :

Langkah-langkah awal ketika akan menulis naskah khutbah yaitu :

  1. Menentukan judul, untuk lebih mudah kita menyusun naskah maka judul adalah hal utama yang harus kita tentukan.
  2. Menentukan IDE, untuk lebih fokus dan terarah maka Ide dalam sebuah naskah menjadi penting agar kita bisa menentukan kata dan kalimat serta tujuan dari materi yang akan disampaikan.
  3. Menentukan keyword atau kata-kata kunci untuk mempermudah menempatkan kata dalam menyusun kalimat, penggunaan diksi atau pemilihan kata lebih banyak sehingga naskah akan menjadi indah ketika di ucapkan.
  4. Memilih referensi ayat Qur’an dan hadits yang saling berkaitan.
  5. Tentukan isi pesan atau nasehat melalui paragraf yang ada.
  6. Gunakan huruf KAPITAL.
  7. Banyak Menggunakan KALIMAT LANGSUNG.
  8. Saat Khutbah hindari kesan seperti sedang membaca.
  9. Biasakan menggunakan Bahasa TUTUR.
  10. Naskah Khutbah untuk di DENGAR.

Tema atau kita sering menulis seperti ini Thema, bila di artikan maka tema adalah pesan luas dari suatu aktivitas atau kegiatan. Sehingga untuk menulis naskah akan lebih baik kita langsung menentukan judul. Tema : HIKMAH PUASA RAMADHAN bisa dijadikan beberapa judul ;

  1. Hikmah Puasa Ramadhan Bagi Kesehatan Tubuh
  2. Hikmah Puasa Ramadhan Bagi Kesehatan Rohani
  3. Hikmah Puasa Ramadhan Dalam Kehidupan Sosial
  4. Hikmah Puasa Ramadhan Dalam Membangun Karakter Pendidikan Anak
  5. Hikmah Puasa Ramadhan Dalam Membentuk Keluarga Sakinah
  6. Hikmah Puasa Ramadhan Dalam Membentuk Muslim Paripurna
BACA YUK:  Kampanye Terbuka di Cirebon, Gajar Perhatikan Gurung Ngaji dan Kebudayaan

Dari tema kita bisa mengembangkan melalui judul-judul yang kita buat. Sehingga selama bulan Ramadhan walaupun kita ceramah tentang hikmah puasa, tetapi materi akan berbeda-beda sesuai dengan konten yang telah kita tentukan dalam judul tersebut. Artinya pengembangan dari satu tema bisa menambah banyak referensi-referensi yang akan membuat naskah khutbah kita berkembang.

Contoh Menentukan Kata Kunci atau Key Word dalam menulis naskah Khutbah :

Tema : Hikmah Puasa Ramadhan

Judul : Hikmah Puasa Ramadhan Dalam Membangun Karakter Pendidikan Anak

Keyword :

  1. Puasa Ramadhan
  2. Karakter (Watak, Sikap dan Perilaku)
  3. Pendidikan (Pola Asuh, Kebiasaan, Lingkungan Pendidikan, Pendidikan Keluarga, Lingkungan Masyarakat)
  4. Anak (Tumbuh Kembang Anak)
  5. Pengajaran
  6. Cari ayat Qur’an dan hadits yang sesuai dengan judul

Langkah Menulis Atikel Buletin Jum’at :

Kenapa Buletin Jum’at harus dibuat? Ketika khotib berkhutbah maka ada pesan dan nasehat di sampaikan secara lisan. Maka untuk menyempurnakan pesan atau nasehat yang disampaikan secara lisan itu diperkuat dengan adanya naskah tertulis yang tertuang dalam buletin. Bisa jadi buletin jum’at tersebut akan di bawa pulang ke rumah atau kantor untuk di baca ulang sebagai penguat daya dengar dari ucapan khotib saat berkhutbah tersebut. Tradisi Buletin Jum’at yang saya terapkan di Masjid Raya At Taqwa Kota Cirebon merupakan tradisi Buletin Jum’at Masjid Jami’ An-nur yang beralamat di Jalan Kantor Kota Cirebon, yang sejak tahun 1980 Buletin Jum’at dengan nama “ GEMA “ selalu hadir untuk jama’ah sholat jum’at di Masjid Jami’ An-nur Jalan Kantor Kota Cirebon. Naskah Buletin Jum’at lebih sederhana dalam penulisaannya.

Adapun langkah-langkah untuk menulis Artikel Buletin Jum’at:

  1. Tentukan Judul
  2. Tentukan Ide
  3. Tentukan Kata-Kata Kunci (Keyword)
  4. Utamakan Paragraf Pertama Berisi Pokok-Pokok Pikiran Utama
  5. Artikel Buletin Jum’at untuk DIBACA sehingga memungkinkan penggunakan kalimat langsung.
  6. Naskah khutbah jum’at bisa menjadi naskah untuk buletin dengan catatan tidak usah menuliskan bahasa arab teks Qur’an dan Hadits, karena di khawatirkan buletin akan tertinggal dan tercecer sehingga terinjak atau dipakai untuk pembungkus makanan.
  7. Khotib menulis artikel yang isinya merupakan sebagian dari naskah yang akan di khutbah-kan.
  8. Panjang artikel maksimal 4 halaman (kerta A4, karakter times new roman, 15, spasi)
  9. Buletin jum’at di bagikan ke jama’ah, dengan Catatan : JANGAN DI BACA KETIKA MENDENGARKAN KHUTBAH ATAU KHOTIB SEDANG BERKHUTBAH.
  10. TULISAN ASLI DAN ORISINIL HASIL KARYA SENDIRI.

Struktur Penulisan Naskah Khutbah Jum’at

Pembukaan

Khutbah 1

Sesuai Syarat dan Rukun Khutbah

Pesan/Nasehat Materi – Menyampaikan Informasi

– Menyampaikan Pesan dan Nasehat

– Mendidik/Edukasi

– Menghibur

-Mempengaruhi atau Advokasi (terkait dengan tujuan dari judul yang di khutbahkan)

Penutup Khutbah 2 Sesuai Syarat dan Rukun Khutbah
Waktu Khutbah Khutbah 1 dan 2 Maksimal 20 menit

 

AYO BIASAKANLAH MENULIS SEBELUM BICARA. (dari berbagai sumber)(Bersambung)

Bagikan:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *