Tingkat Kesadaran dan Pemahaman Konsumen Rendah, BPKN Lakukan Sosialisasi dan Edukasi

Cirebon,- Kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang perlindungan konsumen menyebabkan tingkat kesadaran dan pemahaman konsumen dan pelaku usaha di daerah terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) masih rendah.

Untuk mengkonsumsi produk yang memenuhi aspek keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan (K3L) masih rendah, sehingga diperlukan media komunikasi untuk membangun jejaring informasi dan kerjasama dengan para pihak yang terkait dengan perlindungan konsumen.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) merupakan Badan yang dibentuk sesuai dengan amanah UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.

Rizal E. Halim, selaku Ketua BPKN mengatakan sejalan dengan fungsi tersebut, BPKN mempunyai sejumlah tugas yang salah satu diantaranya untuk memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen, menyebarkan informasi mengenai perlindungan konsumen dan menerima pengaduan.

BACA YUK:  PHRI Kota Cirebon Keberatan atas Kenaikan Tarif Pajak Hiburan

Sejalan dengan hal tersebut arah kebijakan BPKN Periode 2020-2023 akan menitik beratkan pada tiga isu fundamental dalam tiga tahun kedepan yakni, penguatan kelembagaan, edukasi dan sosialisasi perlindungan konsumen secara massif dan intensif dan sinkronisasi regulasi dan kebijakan perlindungan konsumen yang tersebar di sejumlah sektor dan daerah.

Hal yang merugikan konsumen seperti kasus–kasus leasing, bank maupun non bank terkait relaksasi kredit (penundaan hutang) dan rekturisasi (pengurangan bunga), BPKN meluncurkan rekomendasi.

“Rekomendasi yang diluncurkan ini soal relaksasi kredit yang harus disampaikan dengan jelas secara defisit karena banyak kesimpangsiuran mengenai hal ini,” ujar Rizal saat ditemui About Cirebon, Rabu (30/9/2020).

BACA YUK:  5 TPS PSU, Pj Wali Kota Cirebon Harap Masyarakat Bisa Hadir

Lanjut Rizal, sejak Provinsi Jabar menetapkan kasus Covid-19 di Kota Cirebon sebagai zona merah, hingga permasalahan mengenai fasos-fasus, sertifikat, IMB, AJB, dan masih banyak permasalahan lainnya terkait perumahan, harus disampaikan dengan jelas.

Karena, kata Rizal, sejatinya Perlindungan Konsumen bukanlah tanggungjawab salah satu dari Kementerian atau Lembaga. Namun, menjadi tanggungjawab bersama semua pemangku kepentingan.

“Oleh karenanya kita perlu berkolaborasi, diskusi antar pemangku kepentingan semacam ini bisa memberikan solusi atas permasalahan perumahan di Indonesia,” ungkapnya.

“Dengan begitu, harapannya dapat menjadi solusi pemulihan hak–hak konsumen sektor perumahan sehingga perlindungan konsumen dapat terwujud,” tambahnya.

Menurut Rizal, Lembaga Perlindungan Konsumen di Indonesia bukan hanya BPKN saja, tetapi juga LPKSM, BPSK dan Pemerintah agar terus berkolaborasi berupaya melakukan Perlindungan Konsumen di Indonesia sehingga ke depan insiden perlindungan konsumen bisa kita tekan dan kurangi.

BACA YUK:  Inilah Kunci Sukses dalam Distribusi Gas LPG di PT. Moraty Persada Utama

“Apabila itu terjadi negara hadir memberikan perlindungan kepada konsumen,” paparnya.

Rizal menjelaskan, tujuan dari kegiatan Sosialiasi terpadu ini adalah sebagai sarana penyebaran informasi terkait perlindungan konsumen, mensosialisasikan pemahaman akan hak dan kewajiban masyarakat terkait perlindungan konsumen.

Kepada masyarakat luas terutama mahasiswa/i mengenai kelembagaan BPKN dan kegiatannya dapat neningkatkan Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK).

Dengan membangun kerjasama yang baik dengan masyarakat dan lembaga terkait dalam menyuarakan perlindungan kepada konsumen di Indonesia, dapat terciptanya regenerasi partisipasi.

“Membangun kerjasama dapat terbentuk kelompok konsumen yang penggerak upaya perlindungan konsumen di wilayahnya,” Pungkas Rizal. (AC212)

Bagikan:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *