Tajug Agung Pakungwati dan Tradisi Seba Kliwonan

Penulis : Syaeful Badar, MA (Marbot Masjid Raya At Taqwa dan Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon)

Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati mendirikan Tajug (Ta : di Tata dan Jug : di Jugjug) Agung Pakungwati Kesultanan Cirebon, bermula dari kepulangan beliau dari kerajaan Majapahit setelah melakukan penyerangan untuk membantu kerajaan Demak melawan kerajaan Majapahit. Kepulangan beliau di ikuti oleh Sultan Palembang Aryadilla, Pangeran Makdum, Pangeran Drajat dan Pangeran Welang serta Raden Sepat. Sunan Gunung Djati berinisiatif merubah Keraton Pakungwati dan sekaligus juga membangun Tajug atau Masjid yang lebih besar dari masjid-masjid yang sudah ada, untuk di fungsikan sebagai pusat dakwah, pemerintahan dan pusat ekonomi umat pada saat itu.

Pembangunan Tajug Agung Pakungwati tersebut walaupun bukan pembangunan masjid yang pertama di komplek Keraton Pakungwati. Sebelum itu sudah ada masjid Pejlagrahan yang dulu hanya berfungsi sebagai tempat sholat keluarga kesultanan berlokasi di samping keraton Pakungwati. Kemudian berkembang setelah Sunan Gunung Jati merenovasi Keraton Pakungwati maka di dalam keraton ada Langgar Alit yaitu tempat untuk tadarus al Qur’an pada setiap malam bulan Ramadhan. Juga terdapat Langgar Agung yang di gunakan untuk sholat keluarga dan abdi dalem keraton Pakungwati. Lokasinya Tajug Agung di depan halaman keraton. Untuk pembangunannya, Sunan Gunung Djati mempercayakan Raden Sepat sebagai arsitek, Sunan Kalijaga untuk menjadi pimpinan produksi, dibantu oleh Sunan Bonang sebagai pelaksana.

Pembangunan masjid tersebut dikerjakan kurang lebih oleh sekitar 500 orang prajurit elit dari kesultanan Demak maupun kesultanan Cirebon, sehingga konon pembangunan masjid tersebut hanya memerlukan waktu satu malam, yaitu mulai dari ba’da Isya sampai waktu Subuh. Tentu bangunannya tidak sebesar masjid Agung yang kita lihat sekarang ini. Setelah selesai awalnya masjid ini bernama masjid Pakungwati. Hal ini kita lihat adanya inskripsi atau prasasti yang terdapat di dekat tiang atau saka tatal tulisan arab pegon yang berbunyi, “ Dugi hindi Mesjid Pakungwati ing martabate insan kamil babad pelestoni ing ngrengkepe masjid den tata, dugi ing bumi hijrah Nabi Muhammad SAW min syahri jumaddil awal min syahri muharram.”

BACA YUK:  Reses di 6 Titik, Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon Terima Aspirasi Infrastruktur, Pendidikan Hingga Kesehatan

Berdasarkan prasasti tersebut dapat diketahui bahwa pada masa lalu, masjid ini juga dinamai Masjid Pakungwati oleh penduduk Cirebon. Nama Pakungwati dinisbatkan kepada Ratu Dewi Pakungwati, putri Pangeran Cakrabuana yang dinikahkan dengan Sunan Gunung Jati. Kemudian oleh para pengikut tarekat syatariyah masjid Pakungwati tersebut kemudian diberi nama Sang Cipta Rasa yang berarti Sang = Agung, Cipta = Rahmat dan Rasa = Batin, sehingga Sang Cipta Rasa memberi makna yang Agung atau kuasa memberikan rahmat terhadap ketentraman batin. Peresmian selesainya masjid Agung Sang Cipta Rasa dibarengi dengan di proklamirkannya Cirebon sebagai Kesultanan Islam oleh Sunan Gunung Djati. Menurut perhitungan tahun pada 1411 Saka atau tahun 1489 M. Sedangkan candrasangkala masjid ini terdapat di bagian atas mihrab, berupa bunga teratai kuncup yang menghadap ke bawah.

BACA YUK:  Libur Isra Miraj dan Imlek 2024, Daop 3 Cirebon Siapkan 14.210 Tempat Duduk

Candrasangkala pada masjid terletak pada bagian atas mihrab, yang dibaca “Mungal Mangil Mungul Jembling Nggateling Asu”. Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan masjid negara sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Cirebon saat di pimpin oleh Susuhunan Jati Syarif Hidayatullah, yang merupakan seorang wali dan sultan. Dari catatan kisah wali sanga hanya Syekh Syarif Hidayatullah satu-satunya Sultan yang menjadi Wali atau Ulama.

Sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Cirebon maka Masjid Agung Sang Cipta Rasa setiap bulan pada malam Jum’at Kliwon diadakan Seba Kliwonan, yaitu Rapat Paripurna Kesultanan Cirebon dengan melibatkan para adipati, ki gede, kuwu dan buyut serta pejabat-pejabat tinggi Kesultanan Cirebon seperti Jaksa Agung Syarif Abdurahim, serta para kerabat kesultanan.

Sisi Dalam Masjid

Ada beberapa nama yang dipakai untuk tempat-tempat tertentu seperti, Bedug diberi nama Sang Guru Mangir, Mihrab diberi nama Sang Rangga, Memolo diberi nama Sang Glak Bang, Tongkat penyangga Khotib diberi nama Cis Sang Jubleg, Mimbar diberi nama Jantung Tanpa Pisang. Untuk tempat sholat para sultan diberi nama Krapyak atau Mas Suro yang menempatkan keluarga keraton Kesepuhan di sebelah kanan dan untuk keluarga Keraton Kanoman di sebelah kiri, dan ada satu tiang atau saka yang belum lengkap penataannya. Konon dahulu Sunan Kalijaga belum sempat merampungkan tiang atau saka tersebut. Buru-buru waktu azan subuh berkumandang untuk sholat subuh sudah tiba, tiang atau saka tersebut diberi nama Saka Tata. Juga tembok keliling berbentuk lima yang mengartikan rukun Islam serta pintu yang ada di ruangan dalam berjumlah Sembilan melambangkan simbol wali sanga.

BACA YUK:  Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan, Herman Khaeron Ajak Masyarakat Bisa Jalankan dengan Baik

Mengalami Renovasi

Masjid Agung Sang Cipta Rasa telah mengalami beberapa kali perbaikan di mulai pada tahun 1549. Perbaikan yang pertama ini disebabkan pada waktu itu masjid terbakar sehingga ada beberapa kerusakan didalamnya. Maka atas instruksi Pangeran Panembahan (Raja Kesultanan Cirebon II) Mas Gusti Pakungwati, masjid tersebut di perbaiki dengan merubah bentuk menjadi berbentuk limas. Sedangkan Memolo yang asli dari masjid tersebut diberikan kepada sultan Ageng Tirtayasa yang kemudian di pasang di masjid Agung Banten hingga sekarang. Perbaikan yang kedua dilakukan pada tahun 1933 atas perintah Residen Van Der Flash dengan pelaksananya Ir. Krysmant. Disinyalir perbaikan yang kedua ini merupakan politik penjajah untuk merebut simpati umat Islam, konon menurutnya Ir. Krysmant melakukan manipulasi atau korupsi sebesar 12.000 Gulden.

Perbaikan yang ketiga dilakukan pada tahun 1977/1978 atas instruksi Dinas Purbakala dan perbaikan yang ke empat pada tahun 1992 dengan mengadakan berbagai perbaikan. Diantaranya tempat untuk mengambil air wudhu, kamar mandi, WC, dan mengganti genteng yang lebih kuat dan bagus. Perbaikan yang ke Empat ini langsung oleh pemerintah daerah. Masjid Agung Sang Cipta Rasa berlokasi di RW 01 Kelurahan Kesepuhan Kecamatan Lemah Wungkuk Kota Cirebon.(dari berbagai sumber) (Bersambung)

Bagikan:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *