Pemerintah Kudu Aktif di Media Sosial

Tatap muka tak melulu menjadi favorit

Lantaran aktifitas yang kian melilit, dan waktu kian menghimpit

Media sosial jadi ruang alternatif kaum elit hingga alit

Kian merebak, menjamur, dan menyebar karena biaya irit

 

Sebagai pemegang kuasa dan kebijakan, pemerintah harus ikut terbelit

Aktif dan memberikan pengaruh yang kongkrit

Pemerintah tak perlu berkelit apalagi pelit

Atau hanya membiarkan peradaban memilih jari untuk digigit

 

Pemerintahe Kudu Aktif Media Sosial adalah jawaban kongkrit dari pertanyaan Cirebon Kudu Priben. Bukan kudu segera ada wakil walikota Cirebon, bukan kudu segera ada Sekertaris Daerah (Sekda) baru di Kabupaten Cirebon, dan apalagi bukan kudu ramai dalam “pembagian jatah” APBD 2016 (lalu). Seruan sederhana ini menjadi ruh alternatif dari sederet masalah yang mengapung di permukaan tanah wali ini.

 

Solusi ini senada dengan himbauan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Republik Indonesia, Rudiantara, yang meminta pemerintah daerah (humas) wajib aktif di media sosial untuk menyampaikan dan menerima informasi dari berbagai pihak. Tak hanya lembaganya, setiap pegawai diminta memiliki media sosial yang difungsikan sebagai penyampaian informasi dari pemerintah agar diketahui masyarakat luas. (kominfo.go.id)

 

Menurut hematku, himbauan tersebut merupakan sebuah kesadaran, sekaligus upaya menanggapi perkembangan dunia yang sudah sangat terbuka bebas. Tak ada yang dapat membendung derasnya arus keterbukaan informasi. Setiap jam, menit, detik, bahkan sepersekian detik, rintik informasi terus menghujani tak hentinya. Hanya ada dua pilihan, mengikuti arus, atau tertinggal?

 

Betul saja, (pengecekan pribadi Sabtu, 29/11/2015), dari total 27 Kota dan Kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Barat, hanya sebagian kecil yang berpartisipasi aktif pada dua media sosial terbesar, yakni Facebook dan Twitter. Adapun peringkat lima besar, adalah; pertama Wali Kota Bandung Ridwan Kamil yang memiliki sebanyak 1.211.508 pengikut Facebook (FB), dan 1.252.437 Followers Twitter (TW), kedua Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, 217.059 pengikut FB, dan 57,365 followers TW, ketiga Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail 13,227 FB, dan 22,649 TW, ke empat Wali Kota Bogor Bima Arya 10.912 FB, dan 186.854 TW, dan terakhir, Wali Kota Tasik Budi Budiman memiliki 4963 FB, dan 1266 TW. (data lengkap terlampir di luar tulisan)

 

Sementara itu, Kota dan Kabupaten Cirebon yang sedang tumbuh menggeliat dengan pesat, justru berada di bawah. Wali Kota Cirebon Nasrudin Aziz hanya memiliki 5 pengikut FB, dan itupun tidak aktif. Sedangkan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra memiliki 839 pengikut, yang hanya mengajak para pengikut untuk menonton laporan seremonial, dan atau sekedar eksis. Perlu dicatat, keduanya pun tak terpantau memiliki akun Twitter.

 

Kondisi ini berbanding jauh dengan sejumlah Kepala Daerah yang memanfaatkan akun media sosial untuk berkomunikasi secara dua arah bersama masyarakat, transparan, bebas, dan mencari inovasi positif untuk daerah setempat.

 

Media Sosial: Ruang Demokrasi Alternatif Kreatif

 

“Media”, yang diistilahkan secara sederhana sebagai perantara atau alat komunikasi, terus bermetamorfosis. Media tak perlu lagi merisaukan bentangan jarak yang menyita waktu dan langkanya transportasi, seperti zaman dulu (surat-menyurat). Media juga tak lagi hanya cukup mendengar suara dengan teknologi berbasis kabel. Namun, Media kini mencapai masa kejayaannya yang kian sempurna dengan basis jaringan internet.

 

Kemajuan itu membuat Media, dalam menjalankan fungsinya pun, semakin lues dan mampu melompat jauh. Tak hanya memenuhi kebutuhan ruang pribadi (privat), namun berkembang hingga ruang publik (sosial). Pasalnya, setiap pengguna dapat bebas berpartisipasi aktif dalam beragam media sosial. Hari ini, bila hendak menyampaian pendapat (kebenaran), warga tak lagi dihantui rasa takut ditembak ataupun diculik manusia misterius. Media sosial menjalankan fungsinya sebagai ruang demokrasi alternatif kreatif membangun peradaban lebih maju.

 

Di awal masa gemilangnya, warga Indonesia telah membuktikan keberhasilan media sosial sebagai ruang demokrasi untuk memperjuangkan hak warga sipil. Gerakan “Koin untuk Pritta” tahun 2009 yang menggerakan rasa simpati Sabang – Merauke, akhirnya berhasil membebaskan Pritta dari tuntuan pencemaran nama baik RS Internasional Omni. Warga Kota Cirebon juga sedang melakukan hal sama, dengan membuat petisi “Tolak Polusi Debu Batu Bara Cirebon” yang sudah mencapai 4.518 dari diterbitkannya dua pekan lalu.

 

Dengan mudahnya, Media Sosial menjadi juru kampenye tiap sektor potensi di tiap daerah, antara lain: potensi pariwisata, kuliner, budaya, bisnis, jasa layanan, dan bahkan hingga program pemerintah, semisal pengentasan kemiskinan, dengan banyaknya lapangan kerja, hingga beragam seruan yang langsung tertuju pada masyarakat bawah. Jelas, media sosial sangat membantu mengembangkan ekonomi kreatif yang kian menjamur tiap sudut kota. Dengan cerdas dan kreatif, para pengusaha memasarkan hasil produksinya (mem-posting) melalui media sosial yang lebih efektif dari cara lama, memasang iklan di media massa.

 

Sebagai contoh, About Cirebon dengan website, twitter, dan anak akun media sosial lainnya, berhasil menjadi pelopor menciptakan atmosfir aktif media sosial. Salah satu perusahaan besar Batik Trusmi pun menjadi salah satu perusahaan yang sukses mengembangkan bisnis melalui media sosial.

 

Pemerintahe Kudu Aktif Media Sosial

 

Tepat kiranya, momentum Hari Ulang Tahun 646 Kota Cirebon sekaligus refleksi penghujung akhir tahun 2015, kita, warga Kota dan Kabupaten Cirebon, menyerukan secara massif kepada Pemerintah Daerah, khususnya Wali Kota dan Bupati Cirebon, dan seluruh pemangku kebijakan di tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), untuk berpartisipasi aktif dalam media sosial. Sudah sepatutnya, pemerintah menghadirkan pola komunikasi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat luas, demi menciptakan inovasi dan terobosan berbagai sektor di Kota dan Kabupaten tercinta ini.

 

Kalau memang pemerintah masih kaku untuk gandrung pada media sosial, sepertinya, perlu kita gerakkan “Koin untuk Wali Kota dan Bupati” untuk membeli smartphone, dan bersama-sama mendorongnya aktif media sosial? Dan sepertinya, cita-cita besar menciptakan Cirebon sebagai Smart City perlu kembali kita pertanyakan?

 

 

Penulis: Syahri Romdhon (Juara I, Lomba Menulis Ide Cirebon Kudu Priben)

Bagikan:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *