Mengenal Tradisi Muludan di Buyut Gambiran Cirebon
Cirebon,- Tahukah kalian warga Cirebon, kalau tradisi muludan juga diselenggarakan di Kelurahan Pegambiran, Kecamatan Lemahwungkuk. Tradisi yang telah berjalan sejak ratusan tahun lalu ini, tepatnya dilaksanakan di Jalan Buyut, di salah satu rumah tua seusai makam Buyut Gambiran.
Berdasarkan cerita setempat yang berkembang, bangunan tua yang berada di Jalan Buyut dahulu kala merupakan sebuah padepokan.
Layaknya padepokan yang digunakan sebagai media syiar Islam, bangunn tua atau padepokan yang didirikan oleh Buyut Gambiran ini memiliki ribuan cerita yang terpendam.
Ada pula beredar informasi bahwa Buyut Gambiran dahulu kala merupakan orang sakti yang juga merupakan bagian dari Keraton Kasepuhan. Diduga, ratusan tahun silam, wilayah Pegambiran merupakan alas (hutan) terlarang milik Keraton Kasepuhan yang kemudian dibangun sebuah padepokan untuk menyiarkan Islam dan berbagai kegiatan lainnya, termasuk muludan.
Diceritakan salah satu Kepala Unit Cagar Budaya Keraton Kacirebonan, Elang Iyan Arifudin, bahwa momentum muludan di Jalan Buyut merupakan upaya memecah keramaian di Keraton Kasepuhan.
“Oh iya, rumah yang ada di jalan Buyut tuh dulunya kalau muludan itu juga ramai. Karena, buat memecah keramaian kalau nggak salah,” katanya.
Di kala muludan tiba, bukan hanya pedagang, ratusan tamu dari sekitar Ciayumajakuning, bahkan Brebes, Tegal, Jakarta, Bandung, hingga Bogor datang untuk bersilaturahmi dan mandi di sumur setempat.
Berbeda dengan saat ini, dahulu ada tahun 2009, demi menghibur tamu diselenggarakn sejumlah pementasan tari topeng di siang hari dan wayang kulit malam hari. Sayangnya, dikarenakan tamu semakin sedikit dan minimnya biaya ditiadakanlah kedua pagelaran seni tersebut.
Meski begitu, jangan kaget karena menjadi sebuah kekhasan atau kelaziman bila datang ke Buyut Gambiran, akan melihat dua buah kursi dengan bantal dan taburan bunga, yang konon katanya, diadakan sebagai bentuk penghormatan anak cucunya kepada Buyut Gambiran.
Tak hanya disuguhkan kedua kursi keramat. Terdapat pula cermin-cermim besar dan lukisan lawas kurang terawat di dinding.
Namun, dibalik semua itu yang paling penting dari momen muludan di Buyut Gambiran berebut adalah ‘berkat’ atau nasi tompoh yang telah dido’akan serta dikebuli (dihembuskan) bakaran kemenyan.
Hati-hati ya, makna bakar kemenyan disini bukan untuk syirik sebenarnya, melainkan do’a terkabul.
“Menyan dibakar itu biar ngebul (berasap) kan, nah ngebul-ngebul (mengepul) biar do’anya terkabul,” ujar penunggu rumah Buyut Gambiran terdahulu, Enang.
Meski tak seramai dulu, hingga kini warga setempat masih menghormati keberadaan bangunan tua dan juga keturunan Buyut Gambiran hingga saat ini. (SUB)