Kemenkes Setop Penggunaan Obat Sirup, ini Kata Ketua IDI Kota Cirebon

Cirebon,- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan dan dalam rangka pencegahan.

Selain itu, Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas. Sebagai alternatif, dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Cirebon, dr. Edia Sanif mengatakan bahwa penggunaan sirup parasetamol digunakan bukan sekarang saja, tapi jauh sebelum peristiwa sekarang, orang tua kita dahulu sudah menggunakan parasetamol dan sirup.

BACA YUK:  Info Loker! Lowongan Kerja Terbaru Quina Breadhouse Februari 2023

Kejadian gagal ginjal pada anak ini, lanjut Edial, perlu dilakukan penelusuran dan penelitian, apakah karena parasetamol atau zat-zat yang terdapat pada parasetamol. Terkait penyetopan penggunaan sirup juga menurutnya bukanlah solusi.

“Namun yang terpenting, bagaimana mendidik masyarakat bahwa harus ke dokter saat berobat. Contoh begini, seorang dokter memberikan obat sirup dan diminum oleh pasien kemudian cocok. Namun ketika berikutnya mengalami sakit, dia beli sendiri obat tersebut, begitu tidak sembuh dosisnya dinaikkan terus, seperti parasetamol,” ujar Edial saat ditemui di RS Permata, Rabu (19/10/2022).

“Bila penggunaan obat tersebut dosisnya dinaikkan sendiri tanpa adanya konsultasi dari dokter, akhirnya mengalami over dosis. Sehingga akan mengganggu fungsi ginjal. Sekarang ini memprihatinkan, bukan hanya pada anak-anak namun usia-usia muda mengalami gagal ginjal karena obat anti nyeri gampang dicari,” sambungnya.

BACA YUK:  Merefleksikan Masa Lalu, Masa Kini, Masa Depan dalam Single Berjudul “GARIS”

Oleh karena itu, kata Edial, kesimpulannya adalah solusi yang terpenting adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk berobat kepada dokter. Dokter, akan memberikan dosis yang tepat.

“Apapun nama obatnya, banyak obat-obatan yang mengganggu fungsi ginjal. Tapi kalau diberikan oleh dokter, dosisnya jelas. Namun saat kembali kontrol, apakah ada efek samping yang merugikan pasien, akan disetop langsung,” kata Edial.

“Parasetamol adalah obat penurun panas yang paling ringan efek sampingnya pada ginjal. Banyak obat penurun panas lain yang beresiko lebih tinggi pada ginjal,” sambunya.

BACA YUK:  Keberadaan Bus BRT di Kota Cirebon Masih Kurang Optimal

Terkait surat edar yang dikeluarkan oleh Kemenkes terkait larangan penggunaan obat cair atau sirup, IDI Kota Cirebon tetap mengikuti instruksi dari Kemenkes RI.

“Kalau instruksi Kemenkes kita akan ikuti, kita akan patuhi. Tapi apakah itu solusi? Yang penting bagi saya adalah sosialisasi kepada masyarakat kalau berobat ya ke dokter. Dokter akan memberikan dosis yang tepat dan kontrol lagi untuk melihat apakah mengganggu atau tidak obat yang diberikan pada pasien. Antibiotik juga begitu, salah penggunaan fungsi ginjal terganggu,” tegasnya. (HSY)

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *