Inilah Belajar di Sekolah Alam Wangsakerta yang Menginspirasi

Cirebon,- Bergerak di pedampingan desa, Yayasan Wangsakerta didirikan. Farida Mahri merupakan pendiri yayasan sekaligus pengelola Sekolah Alam Wangsakerta yang berlokasi di Dusun Karangdawa Desa Setu Patok, Mundu, Kabupaten Cirebon.

“Awalnya sebagai para pembelajar kami mempunyai visi agar desa cukup pangan, energi, informasi dan mampu mengembangkan tekhnologi yang dibutuhkannya. Karena kami menyakini bahwa untuk membangun Indonesia ini kita harus mulai dari desa,” jelas Farida kepada About Cirebon, Senin (15/3/2021).

Farida menyampaikan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat 83.931 wilayah administrasi setingkat desa di Indonesia pada 2018. Jumlah tersebut terdiri atas 75.436 desa (74.517 desa dan 919 nagari di Sumatera Barat), kemudian 8.444 kelurahan serta 51 Unit Permukiman Transmigrasi (UPT)/Satuan Permukiman Transmigrasi (SPT).

“Namun demikian banyak orang tinggal di kota. Urbanisasi terus meningkat, umumnya karena faktor ekonomi,” tambahnya.

Dengan demikian, desa tidak lagi bisa diandalkan untuk kehidupan warganya. Desa tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan warganya terutama pangan dan energi sebagai kebutuhan utama warga. Hal inilah yang kemudian membuat orang berduyun-duyun ke kota mencari uang untuk dapat memenuhi kebutuhannya.

“Kalau semua ke kota, Indonesia semakin kehilangan petani, lahan-lahan pertanian tidak produktif atau bahkan dijual. Desa sangat bergantung pada kota untuk pemenuhan kehidupannya, bahkan di urusan pangan,” bebernya.

BACA YUK:  Gunakan Teknologi Modern, Inilah Serunya Bermain Virtual Golf di Aston Cirebon Hotel

Hal ini disebabkan minimnya kesadaran orang mengenai pengelolaan alam, pemeliharaannya, dan juga pengolahannya untuk menjadi sumber kehidupan. Ini juga disebabkan oleh faktor kebijakan pemerintah yang tidak menyentuh persoalan mendasar, sehingga kapasistas desa dalam memenuhi kebutuhan hidup warga di desa semakin menurun.

“Berangkat dari hal tersebut, kami membuka ruang belajar masyarakat di Dusun Karangdawa Desa Setu Patok. Mengapa di tempat itu, karena kami berharap dengan belajar dari awal mengolah tanah tandus, kami dapat belajar dan menginspirasi orang untuk kembali bertani dan memelihara alam,” tegasnya.

Sekolah Alam Wangsakerta adalah bagian dari ikhtiar, dari desa untuk membangun Indonesia. Nama Sekolah Alam Wangsakerta itu merupakan usulan dari murid-murid, yang didirikan pada 28 September 2017.

Sekolah Alam Wangsakerta, adalah sekolah terbuka. Artinya, siapapun bisa mengikuti, tidak memandang umur, jenis kelamin, agama tertentu atau bahkan yang berstatus sekolah formal pun diterima untuk belajar.

“Kami memfasilitasi warga yang ingin belajar dan tidak punya ijazah untuk ikut ujian paket. Ini adalah sekolah gratis, tidak dipungut biaya, namun yang ingin ikut belajar harus aktif belajar Senin hingga Jum’at di Saung mulai dari jam 2 siang hingga jam 4 sore. Kemudian hari Sabtu harus ikut mengurus sampah di kampung,” jelasnya.

BACA YUK:  Jadwal Bioskop Cirebon 6 Maret 2024, Film Terbaru Kung Fu Panda 4

Sekolah alam ini mempunyai misi mencetak para pembelajar yang mau berupaya dengan sungguh-sungguh membangun desa. Konsep yang ditawarkan adalah murid belajar untuk kemajuan desa. Jadi apapun dipelajari di sekolah integral dengan kebutuhan desa.

Para murid diajak mengenal diri dari aspek fisik dan psikis, aspek sosial (manusia dan alam) serta spiritual. Oleh karena itu, dalam aspek fisik misalnya mengenal anatomi tubuh manusia dan perkembangan diri manusia dari aspek psikologis. Soal sosial anak-anak diajak melakukan gerakan bagi-bagi shodaqoh untuk kalangan tidak mampu, pengelolaan sampah, gerakan taman bacaan dikampung dan lainnya.

Ada pula aspek alam misalnya soal pertanian, pembuatan pupuk, beternak, pengembangan teknologi pertanian, ternak dan energi. Aspek spiritual belajar sastra, seni budaya dan juga agama.

Lebih jauh, Farida menyampaikan tentang strategi belajar kedepannya di Sekolah Alam Wangsakerta. Pihaknya sedang menyiapkan strategi baru yakni murid akan mondok di sekolah selama 2 bulan untuk belajar (pembekalan tahap 1). Kemudian dikirim ke berbagai lokasi untuk magang sesuai konsentrasi belajar selama 6 bulan (tahun pertama).

Setelah itu, kembali ke sekolah untuk mondok lagi (pembekalan tahap 2) dan disebarkan ke berbagai lokasi selama 1 tahun (tahun kedua). Selanjutnya, kembali ke sekolah untuk 1 bulan (pembekalan tahap 3), dan kelulusan.

BACA YUK:  Info Loker! Lowongan Kerja Terbaru untuk Miravell di bulan Februari 2024

“Tapi ini masih dalam rancangan untuk strategi belajar kedepannya. Dan ini disusun berdasarkan berbagai pertimbangan salah satunya agar siswa bisa belajar langsung di tengah masyarakat sambil menguatkan apa yang sudah didapatnya di sekolah,” ujarnya.

Program ini nantinya khusus remaja usia 15 hingga 19 tahun dengan tujuan untuk menyiapkan para pembelajar yang memiliki banyak skill untuk bisa hidup secara mandiri dan menebar manfaat bagi masyarakat.

“Lulusan Sekolah Alam Wangsakerta diharapkan menjadi manusia pembelajar mempunyai etos kerja tinggi dan memegang etik untuk berkiprah di masyarakat,” imbuh wanita yang memiliki hobi menulis dan bernyanyi ini.

Farida Mahri sendiri selain sibuk di sekolah alam, dia juga mengajar di Mahad Aly Ponpes Kebon Jambu. Dia juga terlibat sebagai instruktur untuk program Guru Merdeka Kemendikbud, dan menjadi fasilitator untuk program gender dan anak muda.

Wanita yang memiliki 2 anak tersebut juga petani dan bersama kawan petani muda Ciayumajakuning sedang berupaya mengajak anak-anak muda kembali bertani, mengurus kampung, dan membangun kelompok-kelompok tani organik. (AC560)

Bagikan:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *