Ini Penjelasan Tradisi Ngapem di Keraton Kanoman Cirebon

Cirebon,- Setiap hari Rabu Wekasan atau hari Rabu terakhir di bulan Safar, Keraton Kanoman Cirebon menggelar ritual tradisi Tawurji dan Ngapem.

Pada tahun 2018 ini, Tradisi Tawurji dan Ngapem jatuh pada tanggal 7 November, yang berlangsung di Bangsal Prabayaksa, Keraton Kanoman Cirebon.

Tradisi Tawurji berasal dari kata Tawur yang artinya memberi dan Ji merupakan sebutan bagi orang yang mampu, biasanya Tuan Haji atau orang yang mampu.

Pantauan About Cirebon, usai melakukan tradisi Tawurji, Keraton Kanoman Cirebon melanjutkan dengan tradisi Ngapem.

Tradisi Ngapem dilakukan di Bangsal Djinem Keraton Kanoman dengan memanjatkan doa untuk meminta pertolongan dan keselamatan dengan cara membagi-bagikan apem secara sukarela.

BACA YUK:  Disperindan Jabar : Realisasi Penjualan Operasi Pasar Bersubsidi Selama Ramadan Capai 90,14 Persen

Ratu Raja Arimbi Nurtina, selaku Juru Bicara Keraton Kanoman Cirebon mengatakan tradisi Ngapem adalah salah satu bentuk sodaqoh dalam bentuk lain.

“Apem adalah makanan yang terbuat dari bahan beras yang sudah dihaluskan dan disandikan dengan gula merah,” ujarnya kepada About Cirebon, Rabu (7/11/2018).

Lanjut Ratu, makanan Apem merupakan makanan tradisional, yang mana memang pada bulan safar tidak memakan nasi ataupun bahan dari umbi-umbian yang merupakan kabohidrat.

“ Ketika makanan berupa apem disajikan, berharap kabohidrat yang ada didalam beras bisa berkurang dan bisa menjaga kesehatan,” terangnya.

BACA YUK:  Banjir di Kabupaten Cirebon, Dua Orang Meninggal Dunia

Menururt Ratu, keluarga Keraton tidak memakan nasi dan umbi-umbian selama 40 hari mulai dari 1 safar hingga 12 Maulud bertujuan untuk kesehatan, karena dalam satu tahun memakan kabohidrat.

“Secara simbolisnya bahwa kita ini harus intropeksi apa yang kita lakukan, apa yang kita pikirkan, ucapkan, dan apa yang kita pikirkan itu harus lebih halus, lebih bijak dan tidak menyakiti banyak orang,” jelasnya.

Selain tidak makan nasi dan umbi-umbian, kata Ratu, untuk lauknya boleh apa saja, tetapi yang dilarang itu yang bernyawa biasnya seperti ikan, daging, ayam, telor.

BACA YUK:  Pengendalian Inflasi, Pj Gubernur Jabar Tinjau Gerakan Pasar Murah di Majalengka

“Itu memang kami hindari, karena memang banyak mengandung lemak, sehingga untuk menjaga kesehatan bisa lebih baik lagi. Jadi lebih ke sayur-sayuran,” bebernya.

Tradisi seperti itu, menurut Ratu Arimbi, merupakan ajaran yang memang dianjurkan bagi keluarga besar Kasultanan Kanoman, tetapi memang tidak wajib.

“Karena ini sifatnya hanya anjuran, dan bagi yang sadar akan kesehatan mungkin akan ikut melakukan itu,” tandasnya. (AC212)

Bagikan:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *