Ini Larangan dan Sanksi Bila Melakukan di Lampu Merah

Cirebon,- Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Cirebon melakukan pemasangan plang larangan melakukan usaha dan mempekerjakan orang di beberapa lampu merah di Kota Cirebon.
Kepala Satpol PP Kota Cirebon, Andi Armawan mengatakan plang larangan tersebut di pasang di titik-titik rawan PGOT (Pengemis, Gelandangan, dan Orang Terlantar).
1. Larangan dan Sanksi
Dalam plang tersebut bertuliskan Setiap Orang / Warga Dilarang
A. Melakukan Usaha memperkerjakan orang lain dan atau kehendak sendiri sebagai pengemis / peminta-minta yang mengganggu lalu lintas.
B. Berada di tempat umum sebagi pengemis, gelandangan, atau sakit ingatan (gila)
Sanksi:
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut diancam pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah)
“Pemasangan plang ini sesuai dengan Perda Kota Cirebon tentang Trantibum Nomor 9 tahun 2003,” ujar Andi kepada About Cirebon melalui sambungan telpon, Jumat (25/1/2019).
Lanjut Andi, pemasangan plang larangan tersebut sudah dipasang di enam titik di Kota Cirebon diantaranya Kawasan BAT, Kejaksan, Lampu Merah Krucuk, lampu merah Gunung Sari, Kejaksan, dan Lampu Merah Pemuda- Sudarsono
2. Alasan Pemasangan Plang
Menurut Andi, alasan pmasangan plang larangan tersebut jelas dalam Perda Trantibum nomor 9 tahun 2003, sehingga pemasangan tersebut tidak asal terpasang saja.
“Kita hanya menjalankan amanat perda saja,” terangnya.
Kemudian, kata Andi, makin maraknya modus-modus yang dilakukan oleh PGOT, bahkan ada juga yang seolah-olah menjadi pengemis.
“Itu yang menjadi permasalahan saat ini,” kata Andi.
3. Modus Terbaru
Terkait dengan masalah tersebut, kata Andi, masih banyak modus-modus yang dilakukan oleh mereka (PGOT). Kalau dulu anak dibawa umur meminta-minta, sekarang modusnya adalah orang yang menjual produk.
“Dulu pernah ada modus seperi itu, dan sekarang terulang lagi menjual produk seperti tisu. Sementara, si pemilik modalnya mengawasi di tempat tersebut,” ungkapnya.

Plang Larangan di lampu merah Gunung Sari
“Kami tidak melihat barang jualannya, tapi larangannya di lampu merah tidak boleh untuk usaha atau berdagang,” tegasnya.
Pihaknya tidak bisa berhenti untuk melakukan penertiban di titik-titik rawan PGOT, karena lampu merah dibuat untuk kelancaran lalu lintas. Sehingga, kalau masih ada pengemis atau yang meminta-minta ditakutkan menjadi sebuah mata pencarian.
“Kalau sudah dikuasai oleh kelompok tertentu, nanti akan menjadi persaingan kedepannya dan menjadi repot. Jadi, kalau tidak dilakukan penertiban akan selalu ada mau siang, sore atau malam,” jelasnya.
4. Antisipasi Tindak Kriminal
Penertiban PGOT, kata Andi, untuk menghindari dan mengantisipasi adanya kriminalitas seperti pengerusakan kendaraan bisa tidak diberi, seperti kejadian di kota-kota besar.
“Itu yang kita tidak mau terjadi di Cirebon,” ujarnya.
Pemasangan plang larangan, menurut Andi, pihaknya ingin melakukan penindakan, dan perlu dilakukan sosialisasi terlebih dahulu.
“Walaupun perda sudah lama, tapi kadang kalau kita melakukan penegakan orang akan mudah mencari alasan, tidak tahu dan sebagainya,” beber Andi.
“Sehingga, kalau sudah dipasang dan melakukan penegakan, tidak bisa mengelak lagi,” imbuhnya.
5. Dilakukan Penjagaan
Penegakan larangan PGOT juga, menurut Andi berkaitan dengan visi Kota Cirebon, yang menjadi kota pariwisata.
“Jangan sampai hal tersebut mengganggu merek-mereka yang datang dari luar kota untuk tujuan wisata, kemudian dikotori hal seperti ini,” tandasnya.
Selain itu, pihaknya terus melakukan patroli di titik-titik rawan PGOT, jika di salah satu titik sudah bersih akan berpindah di titik lainnya.
“Bahkan di titik-titik tersebut pun dijaga oleh petugas,” tandasnya. (AC212)