Ibu, It’s Super Mom (Bagian Kedua)

Sonia

Ibu itu adalah contoh sehari-hari bagi anak. Jadi jauh-jauh dech dari sifat pemalas atau rajin berbohong. Jika kita mencontohkan rajin, aktif… maka nyaris 90% demikian pula anak-anak kita. Contohkan rajin beberes, rajin mandi, rajin shalat… maka kebiasaan itu akan nempel di memory anak. Dan dari kata dibiasakan, semua jadi biasa tanpa perlu lagi si Ibu menjadi cerewet.. 

Kian kita cerewet, kian anak akan ga peduli lhoo.. anak zaman sekarang gitu, lhoo… Karena itu anakku di usia SD pun sudah bisa ditinggal di saat Sang Ibu beraktivitas di luar. Minimal masak nasi, menggoreng panganan yang sudah saya siapkan di lemari es, memasak nasi , bikin mie … mereka sudah mandiri. Ini perlu, karena tidak selalu kita berada di sisi mereka, membantu mereka terus menerus. 

Soal bohong, jika ga ingin anak-anak kita jadi pembohong , jangan pernah dech nyuruh mereka berbohong atau kita berbohong pada mereka. Jika telepon rumah berdering atau ada tamu yang di kondisi kita yang tidak memungkinkan untuk menerima itu,biasanya saya menyampaikan hal yang sebenarnya pada anak-anak, “mamah lelah sekali, lagi malas untuk menerima telepon atau tamu. Bilang saja , mamah sudah tidur. Kalau mamah bangun, nanti mamah akan menghubungi kembali.” Kelihatannya ini sepele, tapi ini membuat anak-anak jujur pada kegiatan mereka.

“Aku ingin main ke alun-alun, lihat pesta rakyat, tapi tahu besok bukan hari libur, sama mamah dibolehin engga??” begitu kata si bungsu. Dan karena menghargai kejujurannya maka kubolehkan dengan syarat, sebelum maghrib harus sudah pulang. 

Berhasil juga jika dilihat dari sms mereka ,” Ma, Amel ga langsung pulang ya.. karena mau lihat Porseni di sekolah anu .. Tapi pulangnya mamah jemput ya, bisa yaa…?”

Kejujuran mereka harus kita hargai, yakni dengan menyempatkan diri menjemputnya meski waktunya sangat mepet misalnya. (bersyukur pekerjaan saya part time, dan waktunya bisa dikerjakan sesuai keinginan)

Masih soal jujur, jika anak-anak minta sesuatu yang cukup lumayan harganya dan sementara kondisi kita tengah tidak memungkinkan, si Ibu perlu jadi Diplomat ulung, bernegoisasi. Beritahu kondisi yang nyata, namun nyatakan pula kita siap membantu namun tidak full. Ini perlu untuk melatih bahwa tidak selalu keinginan kita bisa langsung segera diwujudkan, minimal butuh pengorbanan, seperti menyisihkan sedikit uang jajan, misalnya. Namun sikap kita untuk membantu mereka pun perlu agar mereka tahu, bahwa Orangtuanya, Ibunya akan selalu siap membantu anak sesuai kemampuan. Dan jika kesepakatan sudah diperoleh, kita sebagai Ibu, “pantang” untuk melanggar hasil keputusan itu. Sekali kita mengelak, memory anak akan menyimpan pesan “ Ibu pembohong” . Waahhh,, jangan sampai dweehh.

 

Penulis : Sonia seorang budayawan, seniman sepatu lukis, Owner Sonia Crb Gallery dan Humas Keraton Kacirebonan

 

Bagikan:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *