Diskusi Ramadan, Komunitas Wangsakerta Gelar Tadarus Konservasi Mengenai Air dan Sungai di Cirebon

Cirebon,- Sungai mempunyai peran vital terhadap keberlangsungan kehidupan manusia. Dari aspek historiografi saja, sungai lekat dengan peradaban awal manusia.

Kehidupan awal kita banyak dimulai dari dan melalui sekitar kawasan sungai. Sebut saja sejarah lalu-lintas perdagangan antar bangsa di zaman dulu yang dilakukan di kawasan sungai hingga awal berdirinya pusat-pusat pemerintahan keraton dan pendidikan seperti pesantren yang dibangun di sekitar kawasan sungai.

Sederhananya, keberlangsungan peradaban manusia sangat bergantung dari cara kita memperlakukan sungai, apakah sudah tepat, atau sebaliknya.

Kendati kehidupan manusia sangat bergantung terhadap kelestarian sungai, mulai dari aktivitas domestik hingga pariwasata, kondisi kerusakan sungai telah jamak jadi pengetahuan umum.

Merespon situasi kerusakan sungai yang terjadi secara meluas di Indonesia, Komunitas Wangsakerta menggelar diskusi ramadhan yang bertajuk: Tadarus Konservasi Mengenai Air dan Sungai di Cirebon, di Saung Belajar Sekolah Alam Wangsakerta, Dusun Karangdawa Desa Setupatok Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.

Kegiatan yang digelar pada Jumat (31/03/202) berlangsung pada pukul 20.00-23.00 WIB dengan menghadirkan dua pemateri, pertama, Dhobit Yuslam selaku pengajar di Sekolah Alam Wangsakerta, dan kedua, Nico Permadi, dari Founder Komunitas Sinau Art Cirebon, serta dimoderasi oleh Dewi Ropiah.

BACA YUK:  Pelantikan Pengurus Guru MI di Pendopo Kabupaten Cirebon

Pada awal pemaparan, pemateri pertama memaparkan sebuah hasil penelitian dari Lembaga Fauna Flora Internation-Indonesia Programme (FFI-IP) yang berjudul “teori dan praktik, pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Renggung pembelajaran dari Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).”

Menurut Dhobit, kajian tersebut memberikan pelajaran berharga mengenai tiga hal, meliputi, pertama, hal-hal dasar seputar pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS) dan praktik pengelolaannya, kedua, pendekatan intervensi program yang dilakukan terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS), ketiga, penerapan strategi kolaborasi multipihak baik di sektor pemerintah dan masyarakat dalam konservasi sungai.

Menyambung paparan pemateri pertama, Niko Permadi, selaku pembicara kedua mengungkapkan hasil pengamatannya terkait pengelolaan DAS di Cirebon terutama masalah kolaborasi multi pihak ini.

Mengenai bagaimana penyebab utama persoalan kerusakan sungai tak kunjung beres, Niko mengamati koordinasi antar birokrasi pemerintah daerah, baik di Kota dan Kabupatan Cirebon, tidak berjalan secara optimal. Padahal, koordinasi tersebut sangat penting, mengingat intervensi pemerintah dibutuhkan dalam situasi mendesak seperti urusan penanganan banjir akibat kerusakan sungai.

BACA YUK:  KPU Kota Cirebon Mulai Distribusikan Logistik Pemilu 2024 ke PPK

Selain itu, tentu saja kesadaran masyarakat juga menjadi bagian inheren dalam konservasi air dan sungai, dengan cara membiasakan tidak membuang sampah langsung dan limbah industri ke sungai.

Kerusakan ekosistem sungai meluas terjadi di mana-mana, termasuk di antaranya sungai-sungai di wilayah Cirebon. Persoalan ini jadi sebuah konsen masalah yang jadi perhatian Nico Permadi, yang pada 2016, menginisiasi Taman Belajar Cikalong (Tabalong) dengan misi dalam pelestarian lingkungan melalui ekspresi seni.

Menurutnya, kondisi-kondisi sungai di wilayah Cirebon sudah menunjukkan kerusakan yang sangat akut. Pada salah satu momen rapat bersama antar pihak di Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4D) Kota Cirebon, menurut Nico, pemerintah kota Cirebon menyebutkan luasnya kawasan sungai yang beralih fungsi menjadi kawasan non-sungai, bahkan dijadikan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) oleh warga setempat.
“Di wilayah Kota Cirebon, kita bisa lihat Sungai Kriyan yang sudah mengalami kerusakan parah. Saya pernah menelusuri menggunakan perahu karet, ekosistem Sungai Kriyah sudah tercemar dengan aktivitas limbah,’ tambahnya.

BACA YUK:  Hadapi Angkutan Lebaran 2024, Daop 3 Cirebon Siapkan 14 Lokomotif dan 60 Kereta

Ia mencontohkan, misalnya limbah yang mencemari Sungai Kriyan tersebut meliputi limbah rumah tangga seperti sampah plastik, limbah pabrik-pabrik seperti oli, serta hingga limbah rumah sakit. Dampaknya, selain keseluruhan limbah tersebut menurunkan daya dukung ekologis lingkungan, juga turut serta menyumbang kontribusi terhadap banjir.

Pria yang disapa akrab Niko Broer tersebut, juga mencontohkan aliran sungai di kawasan Kecamatan Jamblang dan Palimanan. “Kita bisa lihat dengan mata telanjang, sungai-sungai di kawasan tersebut berwarna abu-abu. Praktis, hal demikian membawa dampak buruk terhadap kesehatan lahan dan produksi pertanian. Ikan-ikannya mengalami kebutaan. Nyaris seluruh aktivitas industri di sana sudah sedemikian mencemari sungai.

Kegiatan yang bertajuk Tadarus konservasi ini merupakan diskusi rutin yang diselenggarakan selama ramadhan oleh Yayasan Wangsakerta dengan mendesiminasikan tema-tema seputar lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati.

Dengan harapan agar para peserta diskusi yang berasal dari orang-orang muda di wilayah III Cirebon semakin mengerti mengenai dasar-dasar pemahaman dalam bertindak untuk mengatasi persoalaan kerusakan ruang hidup, termasuk di antaranya persoalan sungai. (*)

Bagikan:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *