Cegah Kekerasan Seksual, Selly Andriany Gantina Kembali Sosialisasikan UU TPKS

Cirebon,- Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Hj. Selly Andriany Gantina bersama Yayasan Bhakti Pemuda menggelar Seminar Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Kamis (25/8/2022). Kegiatan yang berlangsung di Ballroom Hotel Apita Cirebon ini dalam upaya pencegahan terhadap kekerasan seksual.

Kegiatan Seminar UU TPKS dihadiri para aktifis, penggiat perlindungan perempuan, mahasiswa hingga pelajar. Bahkan, pihaknya akan terus berkomitmen mengawal penerapan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Menurut Selly, kegiatan hari ini merupakan upaya pencegahan kekerasan seksual dari sisi edukasi dan literasi. Peserta yang hadir, kata Selly, akan menjadi relawan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan sudah mendapatkan modul terkait 9 jenis kekerasan seksual.

“Kedepannya kita akan terus memaintenance mereka dengan informasi-informasi yang lebih akurat dan mereka juga bisa membantu, terutama instansi yang ada di lingkungan tingkat Kabupaten Cirebon. Karena mereka bisa berkoordinasi dengan UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah), apalagi Kabupaten Cirebon sudah memiliki UPTD tingkat kecamatan,” ujar Selly.

BACA YUK:  Minta Segera Diperbaiki, Pj Wali Kota Cirebon Tinjau Pagar Roboh di Kawasan Kotaku Panjunan

“Saat ini UPTD tingkat Kecamatan baru untuk BKKBN. Tetapi ke depan akan dimaksimalkan untuk bisa sesuai yang diharapakan di UU TPKS. UPTD tingkat Kabupaten ini akan bersifat one stop center, semua penanganan kekerasan seksual,” tambahnya.

Selama Polres belum mempunyai layanan tersendiri, kata Selly, pihaknya akan memaksimalkan peran dari UPTD. Selain itu, menurut Selly, kita tidak hanya bisa berbicara tentang teori saja, tetapi bagaimana keberadaan UU TPKS ini bisa implementatif.

Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Perlidungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (PPPA) RI, Ali Khasan mengatakan kerja-kerja kita bukan hanya kerja subtansi saja, tetapi kita membangun bagaimana memberdayakan potensi kita dari pusat sampai daerah.

“Maka peran media, publikasi ini menjadi penting bagaimana kita mensosialisasikan dan membagikan informasi terkati UU TPKS yang notabene sudah di sahkan pada 9 Mei 2022,” ujar Ali.

BACA YUK:  Bentani Hotel Siap Gelar Peringatan International Jazz Day 2024

Saat ini, menurut Ali, tinggal bagiamana mengimplementasikannya UU TPKS harus ada dukungan semua. Termasuk dari Kementerian PPA sebagai lading sektor yang mengawal dari dulu sampai sekarang, ada tugas-tugas besar terkait bagaimana peraturan pelaksananya dapat segera disusun.

“Setelah disahkan dan juga sebelumnya, untuk merancang subtansi itu sudah melibatkan berbagai unsur. Baik itu dari kalangan kementerian lembaga, maupun dari pihak masyarakat. Sehingga dengan demikian UU TPKS ini diharapkan dapat diselesaikan secara cepat, tepat, dan implementatif,” katanya.

Terkait dengan pelaku TPKS yang akan dilakukan Resitusi atau ganti rugi, menurut Ali, sebuah terobosan dari UU TPKS. Dimana, pelaku kekerasan seksual bisa dikenakan Resitusi, akan tetapi bagaimana menentukan itu dari putusan pengadilan dengan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).

“Jadi ada keterlibatan LPSK untuk menghitung terkait berapa banyak yang harus diganti oleh pelaku. Tapi harus memperhatikan juga kesanggupan pelaku, kalau memang pelaku tidak bisa memenuhi itu menjadi peran dari negara yang menjadi kompensasi,” katanya.

BACA YUK:  Polres Cirebon Kota Lakukan Pengamanan Ketat Pendistribusian Logistik Pemilu 2024 ke PPK

“Saat keputusan hakim, disitu langsung diputuskan juga Resitusi berapa yang ditetapkan. Didalam menentukan besarannya itu nanti bersama LPSK,” tambah Ali.

“Jadi sekarang ini, setiap memutuskan kekerasan seksual berapa lama dihukum, kemudian berapa Resitusi yang harus dibayar, itu sudah diputuskan langsung didalam putusan hakim. Itu sudah dihitung langsung oleh LPSK,” timpal Selly.

Menurut Selly, Resitusi atau kompensasi itu bukan terkait dengan uang, tetapi ada hitungan materil yang tidak bisa diganti dengan nominal. Misalnya, korban ini punya gangguan psikologis, sehingga untuk mengembalikan dari gangguan psikologis pasti akan dihitung.

“Dia butuh pendampingan terapis berapa lama, kemudian bagaimana dia mohon maaf putus dari sekolah. Maka itu harus dihitung sampai dia kembali ditengah-tengah masyarakat itu dihitung oleh LPSK,” tutupnya. (HSY).

Bagikan:

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *